Beranda > Prosa Rasa > Capaian Itu Baru Dalam Anganku

Capaian Itu Baru Dalam Anganku


Agenda hari itu ke Jogjakarta dan berjumpa dengan saudara-saudara yang jauh lebih muda yang telah lama tak bersua. Kami berbagi cerita. Saat mendengar tentang capaian-capaian mereka, terasa ada tusukan duri di hati. Betapa mereka telah jauh melampaui.

“Alhamdulillah mas, aku sekarang dah mau selesai S1-nya.”
“Sekarang aku agak sibuk mas, dah jadi pembina asrama di Mu’alimin..”
“Si Fulan insya Allah pekan depan nikah mas, mau datang apa tidak?”
“Ini sudah mulai usaha kecil-kecilan mas, jadi distributor pakaian muslim, lumayan bisa buat menyambung hidup.”

Ketika mendengar celoteh mereka, aku hanya menanggapi dengan senyum, sesekali melafalkan kata, “alhamdulillah, masya Allah atau subhanallah..” Kemudian saat mereka bertanya, “Kalau mas bagaimana keadaannya?” Aku hanya bisa bungkam, sesaat linglung, bingung mau menjawab apa. Masa studiku yang tak juga tuntas, pekerjaan yang tidak jelas, uang saku yang masih mengandalkan pemberian orang tua, status pernikahan? Lebih baik tidak kupikirkan dulu dari pada hanya menjadi angan-angan yang entah kapan terwujudkan.

Melihat mereka dengan capaian-capaian yang mereka dapatkan kemudian membandingkan dengan diriku sendiri yang masih saja seperti ini, terbersit rasa iri, atau apalah nama rasa di hati ini.

Ah, seharusnya aku tak iri, lebih-lebih mendengki. Karena setiap capaian merupakan cerminan kesungguhan dari kerja keras yang mereka lakukan, juga dari doa-doa panjang yang dipanjatkan. Cukup pandangi saja diri, seberapa keras usaha dan doa yang telah dilakukan, dan sejauh itu pula yang akan didapatkan.

Keadaan yang nyaman dengan kondisi ekonomi yang biasa mapan memang kadang kala melenakan. Usaha sekedarnya, tidak biasa keras dalam bekerja, sering pula menunda-nunda sehingga wajar bila hasil yang didapat tak seberapa. Cita-cita pun tertunda tergapai karena lalai.

Bagaimana mungkin seseorang mengharap sesuatu yang besar sedang ia hanya berangan-angan, tanpa usaha nyata, juga tanpa pinta pada pemilik alam Raya. Bagaimana mungkin seseorang mendapatkan hal yang luar biasa sedang ia tak juga mau keras bekerja, cepat menyerah dan berkeluh kesah dengan kata “aku lelah”.

Pertemuan saat itu memberi semangat baru bagiku, capaian ini belum seberapa dibanding dengan mereka. Mereka dengan keterbatasan finansial masih terus berkarya, terus mencoba sesuatu yang baru, mematangkan diri demi kehidupan di esok hari yang mungkin saja akan lebih berat dari saat ini.

Saat satu persatu orang di sekitar kita menapak jenjang yang lebih tinggi, menyelesaikan masa studi, menikah menggenapkan separuh dien ini, dianugerahi putra-putri yang akan menjadi jundi-jundi. Akankah kita iri dan memelihara dengki? Padahal demikianlah kehidupan, setiap manusia diberi takdir yang berbeda-beda. Peran yang tidak sama, ujian kehidupan yang sesuai dengan karakter dan kemampuannya. Maka syukuri saja apa adanya karena itu lebih dekat pada pintu surga. Dan tentu saja terus berusaha menggapai capaian yang lebih sempurna, hingga nantinya bisa terpuji di hadapan pencipta.

Sahabat-sahabat muda, semoga kita bisa berkumpul di surga…

Kategori:Prosa Rasa
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar